
Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah memiliki target bauran energi sebesar 23% pada tahun 2025 mendatang. Artinya Indonesia memerlukan banyak investasi di sektor energi baru terbarukan (EBT).
Namun, sampai saat ini pancangan peraturan presiden (perpres) mengenai tarif pembelian tenaga listrik yang bersumber dari EBT oleh PLN tak kunjung terbit. Hal ini dipertanyakan Ketua Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Surya Dharma.
“Sebetulnya perpres tentang pembelian listrik energi terbarukan oleh PLN akan sangat menentukan cepat atau lambatnya pemanfaatan energi terbarukan di Indonesia,” ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Kamis (14/01/2021).
Dia mengatakan, selama ini beberapa peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengenai pengadaan, kesepakatan perjanjian jual beli listrik (Power Purchase Agreement/PPA) dan harga listrik dari EBT sudah banyak dikeluhkan investor. Sebab, peraturan-peraturan itu dianggap tidak memiliki daya tarik investasi.
Lebih lanjut, Surya mengatakan, sudah banyak kajian yang dilakukan untuk mendorong agar pemerintah melakukan perubahan dalam regulasi tersebut. Menurut dia, perpres tarif EBT ini harus segera diterbitkan untuk mendorong pemanfaatan energi terbarukan.
Target bauran energi 23% di tahun 2025 tercantum dalam Peraturan Pemerintah No.79 tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional. Pada Pasal 8 PP tersebut disebutkan sasaran penyediaan dan pemanfaatan energi primer dan energi final antara lain terpenuhinya kapasitas pembangkit listrik pada 2025 sekitar 115 gigawatt (GW) atau 115.000 megawatt (MW) dan 2050 sekitar 430 GW.
Sementara, berdasarkan Peraturan Presiden No.22 tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), dengan target bauran energi baru terbarukan sebesar 23% pada 2025 dalam kebijakan energi nasional, maka kapasitas penyediaan pembangkit listrik EBT pada 2025 harus sekitar 45,2 GW dan 2050 sekitar 167,7 GW.
Sayangnya, target tersebut hingga kini masih jauh dari kondisi realitas saat ini. Berdasarkan data Kementerian ESDM, total pembangkit listrik EBT hingga 2020 baru mencapai 10.467 MW, hanya bertambah 176 MW dari 2019 yang sebesar 10.291 MW.
Pada 2021, pembangkit listrik EBT pun ditargetkan naik menjadi 12.009 MW. Meski ditargetkan ada peningkatan 1.542 MW pada tahun ini, namun ini masih jauh dari target RUEN yang mencapai 45,2 GW pada 2025.
Atau kalaupun mengacu pada kebijakan energi nasional, 23% dari target total pembangkit listrik 115 GW pada 2025. Itu artinya pembangkit EBT harus mencapai 26.450 MW, tetap lebih dari dua kali dari kapasitas terpasang saat ini. Artinya, dibutuhkan tambahan kapasitas pembangkit listrik EBT sekitar 16 ribu MW hingga 2025 mendatang.
Padahal, berdasarkan data Kementerian ESDM, total potensi energi baru terbarukan di dalam negeri mencapai 417,8 GW, terdiri dari potensi laut 17,9 GW, panas bumi 23,9 GW, bioenergi 32,6 GW, bayu 60,6 GW, hidro 75 GW, dan surya 207,8 GW.
sumber: cnbcindonesia.com