
Joe Biden yang pro energi bersih terpilih menjadi Presiden Amerika Serikat.
Bahkan di dalam kampanyenya, Biden dan Wakil Presiden terpilih Kamala Harris ingin mendorong AS menggunakan energi bersih 100% pada 2050 mendatang.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan terpilihnya Biden bakal memperkuat target 100% energi bersih yang telah dimiliki oleh sejumlah negara bagian di tingkat nasional. Menurutnya, ini akan berimplikasi pada pemanfaatan energi terbarukan skala besar, inovasi, serta riset dan pengembangan (R&D) teknologi.
“Jika ini terjadi, akan berdampak pada Indonesia. Perusahaan-perusahaan tersebut juga akan mencari pasar teknologi dengan cara berinvestasi pada proyek-proyek energi terbarukan yang sesuai dengan ekspektasi investasi mereka,” ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Senin (09/11/2020).
Fabby pun memperkirakan dalam dua hingga tiga tahun ke depan, bakal ada minat dari perusahaan-perusahaan manufaktur teknologi, lembaga finansial, dan investor asal Amerika Serikat untuk berinvestasi di Indonesia. Seperti diketahui, Indonesia memiliki potensi energi terbarukan yang cukup besar.
“Paling tidak, di sektor kelistrikan saja untuk mencapai target energi terbarukan di 2025 diperlukan tambahan 15 giga watt (GW) pembangkit energi terbarukan. Saya melihat teknologi low carbon khususnya angin, biomassa, gasifikasi, mobil listrik, smart grid, teknologi baterai, tidal energy (gelombang laut),” jelasnya.
Sementara itu untuk energi nuklir menurutnya tidak terlalu berkembang. Di AS sendiri teknologi nuklir yang digunakan adalah generasi III/III+. Meski belum terlalu berkembang, namun banyak perusahaan rintisan yang mengembangkan teknologi Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) skala kecil atau small and modular nuclear reactor (SMR).
“Belum ada yang masuk fase komersial dan telah mendapatkan sertifikasi. Menurut saya, kalau lihat perkembangan sampai saat ini masih panjang sampai teknologi ini diekspor (dari Amerika) ke negara lain,” tuturnya.
sumber: cnbcindonesia.com