
Jakarta: Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menilai transisi energi fosil ke energi baru terbarukan (EBT) akan memakan waktu cukup lama meskipun berbagai negara terus mengembangkan penggunaan energi ramah lingkungan tersebut.
Wakil Ketua SKK Migas Fatar Yani Abdurrahman mengatakan energi fosil masih akan menjadi kebutuhan dunia dalam puluhan tahun mendatang.
“Mungkin 50-100 tahun lagi masih dibutuhkan, memang ada EBT tapi itu tidak serta merta cepat menggantikan,” kata Fatar dalam konferensi pers virtual, Rabu, 4 November 2020.
Fatar mengungkapkan di dalam negeri, produksi migas khususnya minyak memang terus mengalami penurunan. Bahkan Indonesia kini sudah menjadi negara net importir minyak.
Di tahun ini, produksi minyak siap jual (lifting) yang ditargetkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) diperkirakan tidak bisa terpenuhi.
Padahal, kebutuhan terhadap minyak makin meningkat seiring dengan upaya untuk memperbesar pertumbuhan ekonomi nasional. Karenanya perlu dilakukan perubahan agar bisa menarik investasi yang lebih besar di sektor hulu migas sehingga produksi bisa bertambah.
Kendati demikian, kebanyakan perusahaan besar mulai mengurangi investasi dan lebih memilih untuk wait and see. Di sisi lain, gejolak harga minyak di masa pandemi serta rendahnya permintaan memang memicu investor untuk mengubah strategi bisnisnya.
“Situasi harga minyak ke depan enggak ada yang bisa memprediksi, lalu apakah investor akan menghentikan pengembangan proyek? Itu bisa disikapi dengan cara-cara kita bekerja dan dari sisi fiskal. Indonesia menganut fiskalgross splitdancost recovery,” jelas Fatar.
sumber: medcom.id