
Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah tengah mendorong hilirisasi nikel hingga menjadi baterai mobil listrik. Guna merealisasikan hal tersebut, pemerintah gencar mendekati sejumlah calon investor yang merupakan produsen baterai kelas dunia.
Sejumlah perusahaan baterai kelas dunia dikabarkan telah menyatakan minat untuk berinvestasi di Indonesia, seperti CATL dari China dan LG Chem Ltd dari Korea Selatan.
Septian Hario Seto, Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, mengatakan untuk membangun pabrik baterai, maka dibutuhkan nikel yang merupakan komponen utama dari baterai lithium. Oleh karena itu, sumber daya nikel sangat penting di dalam pengembangan proyek baterai ini.
“Nikel ini menentukan energy density di dalam lithium battery. Semakin tinggi energy density, maka semakin jauh mobil ini bisa berjalan sebelum dia di-charge kembali,” paparnya dalam wawancara bersama CNBC Indonesia, Selasa (27/10/2020).
Semakin banyak komponen nikel yang digunakan, maka akan semakin besar energy density yang dihasilkan. Hingga saat ini, lanjutnya, belum ada logam lain yang bisa menggantikan posisi ini dari nikel. Lalu, harga nikel menurutnya juga terbilang masih kompetitif dibandingkan cobalt dan komponen lain di dalam baterai lithium.
“Kita lihat dua alasan inilah yang kemudian saya lihat banyak mendorong perusahaan-perusahaan lithium battery ternama di dunia berinvestasi di Indonesia,” tuturnya.
Seperti diketahui, sejumlah BUMN pun turut membentuk perusahaan Holding PT Indonesia Battery untuk membangun pabrik baterai terintegrasi ini. Holding ini dipimpin oleh holding BUMN pertambangan MIND ID atau Inalum melalui PT Aneka Tambang Tbk, bersama dengan PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero).
CEO Inalum Orias Petrus Moedak mengatakan perusahaan Holding Indonesia Battery ini yang nantinya diarahkan untuk bekerja sama dengan dua calon mitra dari China dan Korea Selatan tersebut. Tak tanggung-tanggung, dia menyebutkan nilai investasinya bahkan diperkirakan mencapai US$ 12 miliar atau sekitar Rp 177,6 triliun (asumsi kurs Rp 14.800 per US$).
“Kerja sama dengan mitra China dan Korea, dari hulu sampai hilir sekitar US$ 12 miliar. Sudah disiapkan rencana kerja sama kongkrit, rencana pemanfaatan nikel sampai hasilkan baterai,” paparnya dalam acara Webinar pada Selasa, (13/10/2020).
sumber: cnbcindonesia.com