China Berambisi Menjadi Negara Bebas Polusi Karbon

China Berambisi Menjadi Negara Bebas Polusi Karbon

Merdeka.com – Para pemimpin China akan membahas langkah-langkah baru dalam mengatasi perubahan iklim dalam rencana pembangunan nasional lima tahun ke depan. Presiden China, Xi Jinping, berjanji untuk menjadikan negara itu “netral karbon” pada 2060.

Mengutip dari Reuters, pembuat kebijakan di China saat ini tengah menghadapi tekanan tentang masalah iklim, khususnya dalam rencana 5 tahun ke depan (2021-2025). Terlebih dengan ekonomi mereka yang pertumbuhannya terhambat karena Covid-19.

Mantan pejabat tinggi iklim China yang sekarang menjadi penasehat Kementerian Lingkungan, Xie Zhenhua, mengatakan kepada Reuters bahwa untuk sementara, target soal perbaikan iklim tersebut dapat mulai diterapkan dengan mengubah kebiasaan masyarakat dalam melestarikan lingkungan.

Sebelum September, para pemangku kebijakan tidak terlalu menaruh fokus untuk dalam menjanjikan pembatasan yang lebih dalam untuk menekan produksi gas rumah kaca yang dikabarkan akan memanaskan iklim 5 tahun ke depan. Namun, dokumen kebijakan ini menandakan niat Beijing dalam menjadikan keamanan energi dan ekonomi sebagai prioritas utama.

“Saat ini setiap tingkat pemerintahan sibuk mengerjakan Rencana Lima Tahun ke-14. Pemahamannya adalah bahwa tidak boleh ada waktu yang terbuang jika China ingin mencapai netralitas karbon pada 2060,” kata Associate Director di David C. Lam Institute for East-West Studies, Kevin Lo, yang mempelajari kebijakan lingkungan China.

Para ahli mengatakan China perlu meningkatkan pangsa batubara dalam total bauran energinya dari 58 persen tahun lalu menjadi kurang dari 50 persen pada tahun 2025, dan memberikan dukungan yang ditingkatkan untuk teknologi seperti penangkapan karbon.

Hal ini bisa dimulai dengan menetapkan batas emisi absolut untuk pertama kalinya. Kepala Yayasan Energi China, Zou Ji, yang telah terlibat dalam penelitian rencana lima tahun menyatakan bahwa rekomendasi mereka adalah menetapkan target untuk mengontrol total emisi karbon (pada tahun 2025).

Sejak 2019, China menjadikan keamanan energi sebagai prioritas utama melalui dukungan pemerintah dalam peningkatan produksi bahan bakar fosil dan menghidupkan kembali proyek pembangkit listrik tenaga batubara. Sementara itu, Beijing juga bertaruh pada infrastruktur baru untuk mendorong pemulihan ekonominya. Data resmi menunjukkan adanya lonjakan permintaan untuk produk padat energi seperti baja dan semen.

Namun, menurut peneliti pemerintah, China sekarang harus memikirkan kembali rencananya. Wakil direktur Komite Ahli Nasional untuk Perubahan Iklim, He Jiankun mengatakan Beijing harus membatasi emisi dan bahkan mencapai “pertumbuhan negatif” dalam konsumsi batubara pada tahun 2025.

China perlu berhenti membangun dan mendanai semua pembangkit listrik tenaga batubara baru, kata Zou, sebuah langkah yang akan mempengaruhi 300 GW yang sekarang sedang dalam proses.

Dalam komentar yang beredar di media sosial, Li Tianxiao dari Development Research Center, memperkirakan China akan perlu menggandakan kapasitas pembangkit angin dan matahari menjadi masing-masing sekitar 500 GW pada tahun 2025. Oleh karena itu, China hanya punya sedikit waktu luang.

Konsultan Wood Mackenzie, mengatakan bahwa kapasitas matahari, angin, dan penyimpanan harus meningkat 11 kali lipat pada tahun 2050, sementara tenaga batubara harus dikurangi setengahnya.

“Bagian yang paling menantang dari perubahan ini bukanlah investasi atau besarnya penambahan kapasitas yang dapat diperbarui, tetapi transisi sosial yang menyertainya,” pungkas analis Wood Mackenzie, Prakash Sharma.

Pada akhirnya, kebijakan Xi yang menempatkan iklim secara tegas di jantung seluruh strategi ekonomi dan politik China dan seluruh struktur ekonomi China merupakan perubahan yang sistematis. “Iklim tidak akan pernah menjadi masalah sampingan,” tutup Xi.

Strategi Indonesia Tekan Polusi Karbon
Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan, mengatakan Indonesia tengah berusaha untuk menekan emisi karbon. Hal ini merupakan bentuk komitmen Indonesia untuk menjalankan Paris Agreement.

Indonesia sendiri berkomitmen untuk mengurangi emisi 29 persen dengan usaha sendiri dan 41 persen dengan bantuan internasional hingga 2030.

Sebagai informasi, Paris Agreement merupakan kerangka kebijakan jangka panjang bagi negara-negara untuk mengurangi emisi karbon. Dengan demikian, kenaikan suhu dunia bisa di bawah 2 derajat per tahun.

“Sekarang masih dilakukan. Kita masih lakukan perbaikan-perbaikan, penggunaan mobil listrik salah satu,” kata dia, Hotel Pullman, Jakarta, Selasa (19/11).

Selain itu, penggunaan biodiesel juga terus didorong. Sejauh ini Indonesia telah mengimplementasikan B20. Pada 2020 nanti Indonesia berencana mulai menjalankan implementasi B30.

“Supaya mengurangi fosil, penggunaan listrik matahari, angin, biotermal disesuaikan dengan market,” ujar dia.

Indonesia juga bakal mendorong pemanfaatan energi ramah lingkungan alias green energy. Salah satu hal yang dikedepankan dalam mendorong hal tersebut, yakni penggunaan teknologi yang mumpuni.

“Syarat yang saya sebutkan tadi kita tidak mau melihat teknologi-teknologi kelas dua yang datang ke Indonesia,” tegas dia.

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengusulkan pemberlakuan pajak karbon. Peneliti Pusat Ekonomi LIPI, Maxensiun Tri Sambodo mengatakan besaran pajak tergantung tingkat karbon yang dihasilkan dan kadar kerusakan lingkungan di wilayah. “Kita bisa berikan carbon tax, kita amankan daerah lain. Mungkin itu alternatif yang bisa diterapkan,” tandasnya.

sumber: merdeka.com

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s