Apa yang Membuat Simpanse Bisa Bertahan di Tengah Perubahan Iklim?

Jakarta – Binatang simpanse yang tinggal di habitat yang tidak stabil telah berevolusi untuk berperilaku lebih fleksibel – dan itu disebut dapat membantu mereka menghadapi perubahan iklim.


Salah satu alasan mengapa manusia begitu tangguh adalah kemampuan kita untuk membentuk perilaku kita dalam situasi yang selalu berubah.

Belum lama berselang banyak dari kita yang berpelukan saat bertemu. Di tengah pandemi, di mana kontak dekat antarmanusia dapat membantu menyebarkan virus yang mematikan, kita sekarang terpaksa berdiri terpisah dua meter (seringkali dengan canggung).

Ini hanyalah salah satu contoh dari kemampuan kita untuk beradaptasi dengan perubahan-perubahan lingkungan kita yang dapat membahayakan. Kapasitas untuk mengatasi dan merespons secara fleksibel ini telah membentuk evolusi kita.

Di masa lalu, iklim yang berubah secara radikal menyebabkan hutan meluas dan menyusut seiring waktu, dan nenek moyang kita harus mengatasi perubahan jumlah dan jenis makanan serta tempat tinggal yang tersedia.


Karena hutan secara bertahap menyusut beberapa juta tahun yang lalu, mereka digantikan oleh habitat terbuka dengan pohon yang lebih sedikit – mosaik sabana dan hutan.

Manusia purba mampu beradaptasi dengan perubahan ini, memungkinkan kita berkembang ke habitat baru yang kurang familiar.

Ironisnya, manusia kini menjadi penyebab utama perubahan iklam ekstrem yang dialami oleh planet Bumi.

Banyak binatang kesulitan untuk beradaptasi dan spesies yang sukses beradaptasi harus mengubah perilaku mereka untuk mengakomodasi perubahan cuaca musiman dan ketersediaan makanan.

Simpanse, spesies yang bisa dibilang ‘sepupu manusia’ dalam rantai evolusi, meninggali sebagian besar Afrika dan menempati lingkungan dengan kondisi cuaca bervariasi, mulai dari panas dan kering ke dingin dan basah.

Beberapa populasi simpanse adalah pengguna alat yang produktif, sementara yang lain tidak banyak menggunakan alat sama sekali.

Beberapa populasi umumnya takut air, sementara yang lain mandi di kolam selama gelombang panas menerpa.

Dengan cara yang hampir sama seperti beberapa manusia menggunakan sumpit, sementara yang lain menggunakan garpu atau tangan mereka, simpanse yang hidup di habitat yang sama melakukan pendekatan serupa, seperti memancing rayap, dengan cara yang berbeda.

Mereka mampu melakukan variabilitas perilaku yang luar biasa, dan kami pikir ini mungkin telah memungkinkan simpanse untuk hidup di habitat yang lebih keras dan lebih kering, dan di lingkungan yang berubah secara radikal antar musim, mirip dengan nenek moyang kita.

Simpanse yang tinggal di lingkungan dengan musim yang bervariasi – biasanya dengan pepohonan yang lebih sedikit – cenderung menunjukkan perilaku tertentu ketimbang simpanse yang hidup di hutan. (Getty Images)

Dengan lingkungan mereka yang berubah drastis seiring dengan pemanasan global, masa lalu mereka bisa jadi pertahanan mereka di masa depan yang tak menentu.

Sebagai bagian dari tim yang dipimpin oleh Ammie Kalan dari Max Planck Institute for Evolutionary Anthropology di Jerman, kami mengumpulkan data dari 144 komunitas simpanse liar.

Komunitas simpanse yang diteliti bervariasi, mulai dari simpanse yang tinggal di hutan hujan tropis yang basah di Kongo tengah, hingga mereka yang meninggali lingkungan dengan kondisi iklim yang kering, seperti gurun Sahel di Senegal.

Kami ingin mengetahui mengapa beberapa dari populasi ini memiliki perilaku yang beragam, dengan lebih sejumlah jenis simpanse yang menggunakan alat dan kebiasaan seperti memancing alga dengan tongkat, atau menggali, dan beberapa lainnya tidak melakukannya.

Kami melihat tiga kemungkinan untuk menjelaskan variasi ini: perbedaan modern dalam suhu dan pola curah hujan, apakah kelompok simpanse tinggal di habitat hutan atau sabana, dan jarak mereka dari “hutan pengungsian” – area hutan yang menjadi tempat berlindung selama jutaan tahun, bahkan saat iklim berfluktuasi.

Ternyata, ketika hal itu sama-sama pentingnya. Simpanse tinggal di habitat musiman – dengan temperatur yang berubah tiap tahun, atau hujan yang tidak turun selama beberapa waktu – dan dengan pepohonan yang lebih sedikit cenderung menunjukkan perlikau tertentu yang tak dimiliki jenis simpanse lain.

Mereka juga menunjukkan lebih banyak tipe perilaku dibanding simpanse yang tinggal di lingkungan dengan kondisi iklim yang stabil.

Semakin jauh simpanse tinggal dari hutan pengungsian, semakin banyak ragam perilaku yang mereka tunjukkan.

Para ilmuwan telah lama mengetahui bahwa spesies yang tinggal di lingkungan dengan musim yang berubah secara drastis cenderung mudah beradaptasi.

Simpanse yang tinggal di habitat yang terbuka, seperti sabana dan padang rumput dengan perubahan temperatur dan vegetasi yang drastis, menunjukkan pola perilaku yang dapat membantu mereka mengatasi kondisi ekstrem.

Di Senegal, misalnya, simpanse yang tinggal di lingkungan dnegna suhu mencapai 40C, tinggal di gua dan mandi di kolam yang tersedia.

Sementara di tempat lain di Senegal dan Uganda, simpanse menggali sumur di tepi sungah untuk mendapatkan air bersih.

Perilaku ini masuk akal di tengah tantangan yang dihadapi para simpanse ini di sabana. Dengan kat alain, simpanse yang tinggal di habitat yang beragam memiliki perilaku yang beragam pula.

Karena hutan secara bertahap menyusut selama jutaan tahun terakhir, mosaik sabana dan hutan menghadirkan tantangan baru bagi nenek moyang manusia. Mereka kemudian meresponsnya dengan bersikap fleksibel.

Semakin sedikit pohon untuk berlindung dari predator dan ketika kanopi hutan menghilang, mereka lebih sering terpapar suhu yang melonjak, sementara air cenderung mudah menguap.

Meskipun simpanse dan manusia mungkin muncul sebagai spesies terpisah, keduanya cenderung menanggapi tantangan iklim, dengan cara yang sama – dengan mengadopsi perilaku baru untuk membantu mereka mengatasi dan bertahan hidup.

Karena konsekuensi dari perubahan iklim mempengaruhi semua spesies saat ini, perilaku yang fleksibel pada simpanse mungkin lebih diperlukan dari sebelumnya. Pemanasan global mengancam pola cuaca yang lebih tak terduga di seluruh dunia.

Di Afrika Timur khususnya, kekeringan dan banjir sedang meningkat. Ketidakpastian cuaca musiman ini akan menjadi tantangan bagi semua satwa liar, terutama spesies yang kurang akrab dengan kehidupan di lingkungan yang tidak stabil.

Bagaimana simpanse merespons dan kesuksesan masa depan mereka sebagai spesies dapat diturunkan dari cara mereka beradaptasi di masa lalu.

Artikel ini pertama kali tayang di The Conversation, dan diterbitkan ulang di bawah lisensi Creative Commons.

sumber: detik.com

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s