
Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja atau Omnibus Law sudah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sejak, Senin (5/10). Namun, 35 perusahaan investasi global dengan total dana kelolaan mencapai USD 4,1 triliun di Indonesia, malah prihatin dengan adanya Omnibus Law UU Cipta Kerja.
Sebanyak 35 perusahaan investasi tersebut pun menulis surat kepada pemerintah Indonesia untuk menyatakan keprihatinan. Salah satu alasannya yaitu adanya undang-undang baru ini, bisa merusak lingkungan seperti hutan tropis di Indonesia.
Dikutip dari Reuters, Kamis (8/10) perusahan-perusahaan tersebut adalah Aviva Investors, Legal & General Investment Management, Church of England Pensions Board, manajer aset yang berbasis di Belanda, Robeco, dan manajer aset terbesar di Jepang, Sumitomo Mitsui Trust Asset Management.
“Meskipun kami menyadari perlunya reformasi hukum bisnis di Indonesia, kami memiliki kekhawatiran tentang dampak negatif dari langkah-langkah perlindungan lingkungan tertentu yang dipengaruhi oleh Omnibus Law Cipta Kerja,” tulis Peter van der Werf, Senior Engagement Specialist Robeco.
Sementara itu dari salinan surat yang diperoleh kumparan, dari keseluruhan lembaga yang meneken surat tersebut, 10 di antaranya diinisiasi oleh pendanaan lembaga gereja. Yakni Church Commissioners for England, The Church of England Pension Board, Chistian Super, dan Sisters of St. Joseph of Orange.
Selain itu ada juga dalam daftar tersebut The Sisters of St. Francis of Philadelphia, Religious of the Sacred Hearth of Mary Western Province, Dominican Sisters of San Rafael, Dominican Sisters of Mission San Jose, Dominican Sisters Grand Rapids, Congregation of Sisters of St. Agnes.
Tak hanya investor global, koalisi 15 kelompok aktivis, termasuk serikat buruh, juga mengutuk RUU tersebut dan menyerukan pemogokan.
Para investor mengatakan mereka khawatir undang-undang tersebut dapat menghambat upaya untuk melindungi hutan Indonesia, yang pada gilirannya akan merusak tindakan global yang selama ini telah berusaha untuk mengatasi hilangnya keanekaragaman hayati dan perlambatan perubahan iklim.
“Meskipun perubahan peraturan yang diusulkan bertujuan untuk meningkatkan investasi asing, namun mereka berisiko melanggar standar international best practice yang dimaksudkan untuk mencegah konsekuensi berbahaya yang tidak diinginkan dari kegiatan bisnis yang dapat menghalangi investor dari pasar Indonesia,” tulis surat yang dikirim beberapa jam sebelum RUU itu disahkan.
Kekhawatiran atas kerusakan lingkungan yang meningkat kini menjadi agenda para investor. Dengan pertimbangan tersebut beberapa manajer aset kini mulai mengambil sikap yang lebih berani untuk mendesak pemerintah di negara berkembang agar melindungi alam.
Intervensi serupa juga pernah dilakukan oleh investor global pada bulan Juli lalu. Sebanyak 29 investor yang mengelola USD 4,6 triliun juga menulis kepada kedutaan besar Brasil untuk menuntut pertemuan guna menyerukan kepada pemerintah sayap kanan Presiden Jair Bolsonaro agar menghentikan melonjaknya deforestasi di hutan hujan Amazon.
sumber: kumparan.com