
Jakarta, CNN Indonesia — Ketentuan soal izin lingkungan harus tetap memasukkan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) dalam Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja. Namun demikian, dalam aturan baru tersebut, masyarakat yang terdampak pembangunan tidak dapat mengajukan keberatan terhadap dokumen Amdal.
Sebelumnya, dalam Pasal 26 UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyebutkan penyusunan dokumen Amdal melibatkan masyarakat dan berdasarkan prinsip pemberian informasi yang transparan.
Selain itu, masyarakat yang terkena dampak maupun pemerhati lingkungan hidup dapat mengajukan keberatan terhadap dokumen Amdal.
Namun dalam UU Omnibus Law Ciptaker, ketentuan itu diubah. Dalam aturan yang baru disahkan DPR, Senin (5/10), Pasal 26 hanya menyatakan penyusunan dokumen Amdal dilakukan dengan melibatkan masyarakat yang terkena dampak langsung. Kemudian, ketentuan lebih lanjut mengenai pelibatan masyarakat diatur lewat Peraturan Pemerintah.
Mengenai poin masyarakat dapat mengajukan keberatan terhadap dokumen Amdal bahkan tidak dicantumkan dalam UU yang baru.
Ketentuan Pasal 40 mengenai izin lingkungan juga dihapus dalam UU Omnibus Law Ciptaker. Dalam UU 32/2009 menjelaskan izin lingkungan merupakan persyaratan untuk memperoleh izin usaha.
Selain itu, UU Omnibus Law Ciptaker juga menghapus ketentuan dalam Pasal 93 UU 32/2009. Beleid itu sebelumnya menyatakan, setiap orang dapat mengajukan gugatan ke PTUN apabila perusahaan atau pejabat tata usaha negara menerbitkan izin lingkungan tanpa disertai Amdal.
Sejak jauh-jauh hari, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) sudah mengkritik penghapusan Pasal 40 dalam UU Omnibus Law Ciptaker.
Menurut Kepala Advokasi Eksekutif Nasional Walhi Zenzi Suhadi, penghapusan pasal 40 hanya memberikan keistimewaan terhadap korporasi.
“Korporasi diberikan dua keistimewaan. Satu investasi dikedepankan proses pelayanannya, yang kedua yang berbahaya ada imunitas terhadap korporasi dalam konteks hukum. Jadi, sebenarnya korporasi ini dibuat supaya terbebas dari jangkauan hukum,” kata Zenzi medio Februari lalu.
DPR mengesahkan Omnibus Law Ciptaker pada Senin (5/10). Pengesahan RUU ini dimajukan dari jadwal sebelumnya yang dijadwalkan Kamis (8/10).
Selain mempercepat pengambilan keputusan terhadap UU Omnibus Law Ciptaker, DPR juga mempercepat masa reses yang dimulai Selasa (6/10) yang awalnya dijadwalkan Jumat (9/10).
Pengesahan UU Omnibus Law Ciptaker mendapat banyak penolakan dari kalangan masyarakat.
Jutaan buruh dari berbagai daerah mengancam akan melakukan aksi mogok hari ini. Buruh ingin menegaskan penolakan terhadap RUU Ciptaker yang telah disahkan menjadi UU.
sumber: cnnindonesia.com