
Jakarta: Plastik banyak digunakan sebagai bahan baku pembuatan botol plastik air minum kemasan, galon, dan pembungkus makanan. Penggunaan yang dilakukan secara masif kerap menimbulkan sampah yang tidak terkendali. Dampaknya, lingkungan menjadi tercemar.
Berbagai upaya dilakukan untuk mengurangi sampah plastik. Salah satunya dengan menerapkan prinsip ekonomi sirkular. Hal ini dinilai bisa menjadi solusi untuk mengoptimalkan proses pengelolaan plastik setelah konsumsi.
Ekonomi sirkular digaungkan sebagai jalan mengatasi persoalan kerusakan lingkungan. Ekonomi sirkular merupakan sebuah alternatif untuk ekonomi linier tradisional dengan menjaga agar sumber daya dapat dipakai selama mungkin, menggali nilai maksimum dari penggunaan, kemudian memulihkan dan meregenerasi produk dan bahan pada setiap akhir umur layanan.
Konsep ini bisa menjadi cara untuk mempertahankan nilai produk plastik agar dapat digunakan berulang-ulang tanpa menghasilkan sampah. Dengan demikian, jumlah sampah plastik bisa ditekan dan mencegah kerusakan lingkungan hidup.
“Pada prinsipnya (ekonomi sirkular) membatasi timbunan sampah sekecil mungkin. Penggunaan sumber daya asli itu diminimalkan dan nilai ekonomi sumber daya dapat dijaga. Jadi, bagaimana sampah tidak terbuang, namun dapat dipakai kembali, didaur ulang kembali,” ujar Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya (B3), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rosa Vivien Ratnawati.
Merujuk pada salah satu yayasan yang fokus pada isu ekonomi sirkular, Ellen McArthur Foundation, prinsip konsep ekonomi sirkular dirumuskan menjadi tiga. Pertama, didesain untuk menghilangkan limbah dan polusi. Kedua, produk dan material bisa terus digunakan. Ketiga, sistem pemanfaatan sumber daya alam yang regeneratif.
Selain itu, ekonomi sirkular juga memungkinkan satu negara tidak ketergantungan bahan baku terhadap negara lain akibat menipisnya stok. Selain itu, ekonomi sirkular bermanfaat untuk membantu mengurangi dampak lingkungan akibat penggunaan bahan baku dan menurunkan emisi karbondioksida.
Penerapan sirkular ekonomi ini dilakukan oleh KLHK sebagai cara mengurangi pencemaran lingkungan akibat sampah. KLHK memberikan pendampingan kepada pemerintah daerah, terutama kabupaten/kota untuk mengoptimalkan pengelolaan sampah.
Kasubdit Barang dan Kemasan Direktorat Pengelolaan Sampah KLHK Ujang Solihin Sidik menjelaskan pendampingan yang dilakukan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah terutama kabupaten/kota, merupakan kunci mengoptimalkan pengelolaan sampah. Hal itu penting agar tercipta ekonomi sirkular, yaitu sampah memiliki nilai tambah ekonomis.
“Bukan hanya pendampingan, tapi juga membantu sarana dan prasarana. Ini dilakukan di KLHK, termasuk di Kementerian PUPR,” kata Ujang.
Proses sirkular sampah plastik bermula dari pemilahan plastik pasca konsumsi sesuai kategori. Setelah dipilah, plastik tidak lagi dianggap menjadi sampah, namun dilihat sebagai bahan baku. Kemudian, plastik diproses menjadi barang bernilai oleh pendaur ulang.
Dalam menyukseskan penerapan ekonomi sirkular diperlukan dukungan dari seluruh pihak pemangku kepentingan. Termasuk, masyarakat. Director of Sustainable Waste Indonesia Dini Trisyanti mengatakan perlu ada kebijakan yang membuat setiap orang bangga menggunakan produk daur ulang dalam negeri.
“Perlu ada kebijakan. Perlu ada contoh kebanggaan menggunakan produk daur ulang, terutama produk daur ulang dalam negeri. Hal itu bisa membantu UMKM yang terlibat dalam ekosistem bisnis produk daur ulang. Keberpihakan pelayanan sampah menjadi perhatian dan sangat menjadi kunci ekonomi sirkular,” katanya.
sumber: medcom.id