
Shell akan memangkas hingga 9.000 bidang pekerjaan yang membuat sebanyak 1.500 pekerjanya di-PHK. Langkah ini merupakan konsekuensi dari langkah Shell mempercepat pengembangan energi hijau yang rendah karbon.
Dikutip dari CNN Business Rabu (30/9), pemangkasan sebanyak 9.000 bidang pekerjaan itu akan dilakukan secara bertahap hingga 2022. Sehingga total akan ada 1.500 pekerja yang keluar, termasuk yang tahun ini mengundurkan diri secara sukarela. Jumlah itu meliputi 10 persen dari keseluruhan pekerja Shell.
Perusahaan migas global yang berbasis di Belanda itu, selanjutnya akan mengubah fokus bisnis untuk menjadi perusahaan energi yang menjual listrik rendah karbon, bahan bakar nabati, serta energi berbasis hidrogen.
Pengembangan energi hijau dan pemangkasan jumlah pekerja itu, diharapkan bisa memangkas pengeluaran perusahaan hingga USD 2,5 miliar pada 2022.
“Kami harus menjadi organisasi yang lebih sederhana, lebih ramping, lebih kompetitif yang lebih gesit dan cepat merespons kebutuhan pelanggan,” kata CEO Shell, Ben van Beurden, dalam sebuah pernyataan.
“Jangan salah, ini adalah proses yang sangat sulit. Sangat menyakitkan mengetahui bahwa Anda pada akhirnya akan mengucapkan selamat tinggal kepada beberapa orang baik,” tambahnya.
Anjloknya permintaan minyak dan gas secara global yang disebabkan oleh pandemi virus corona, mendorong perusahaan energi global mempercepat peralihan bisnis ke energi hijau. Meskipun konsekuensi dari langkah bisnis tersebut, termasuk mem-PHK sebagian pekerja mereka.
Pada bulan Juni, Shell juga merevaluasi nilai asetnya sebanyak USD 22 miliar dan memangkas perkiraan harga minyaknya. Langkah ini dilakukan sejalan dengan perkiraan analis, yang menyebut permintaan minyak dunia tidak akan pernah kembali ke rekor tertinggi 2019.
sumber: kumparan.com