
Jakarta, CNN Indonesia — Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan Muhammad Teguh Surya meminta pemerintah melindungi hutan dari potensi kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) dan deforestasi. Ia mengatakan masih ada potensi Karhutla di masa pandemi virus corona.
Ia juga mengatakan saat ini hanya tersisa 9,4 juta ha hutan yang belum terlindungi dan berpotensi mengalami deforestasi, atau bahkan memicu karhutla. Sisa hutan ini lah yang harus jadi prioritas untuk dilindungi, terutama di masa pandemi.
“Hutan alam Indonesia ini luas sekali, hanya 9,4 juta ha. Ini menjadi prioritas yang perlu kita lindungi. Karena sekecil apapun kejadian Karhutla, di Indonesia itu memberikan dampak signifikan apalagi terjadi saat kita menghadapi pandemi,” jelasnya dalam webinar ‘Cegah Deforestasi untuk Indonesia yang Lebih Sehat’, Kamis (24/9).
Menurutnya dari data lima tahun terakhir, Karhutla disebabkan oleh tiga hal, yakni perubahan tutupan lahan, kontribusi izin penggunaan lahan, serta lahan gambut. Dengan mengetahui tiga faktor terjadinya karhutla tersebut, maka langkah mitigasi harusnya bisa dilakukan.
“Idealnya kita sudah bisa menyelesaikan mitigasi karhutla sejak awal. Karena sudah jelas apa yang menjadi akar masalahnya,” ujarnya.
Direktur Eksekutif Yayasan Alam Sehat Lestari (ASRI) Monica Nirmala mewaspadai bahaya dari kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) saat pandemi virus corona (Covid-19). Menurutnya, kedua hal tersebut menjadi serangan ganda bagi sistem kesehatan masyarakat.
“Asap karhutla itu sudah membebani sistem kesehatan. Sekarang jika terjadi asap karhutla lagi, maka akan menjadi berat sistem kesehatan dan RS. Bayangkan jika terjadi bersamaan, maka ini akan menjadi serangan ganda bagi sistem kesehatan masyarakat,” ujarnya.
Monica menjelaskan bahwa akar pandemi covid-19 sebetulnya karena ketidakseimbangan manusia dan alam (hutan) sehingga muncul sebuah penyakit. Menurutnya, kerusakan hutan dan pembabatan hutan besar-besaran justru membawa dampak buruk bagi kesehatan manusia.
Ia mencontohkan kondisi pada pandemi covid-19 saat ini, di mana penularan terjadi karena zoonosis atau penularan dari hewan ke manusia. Monica beranggapan, bahwa hewan yang semestinya ada pada habitatnya di hutan, kini berjarak dekat dengan manusia, kondisi itulah yang memungkinkan penularan terjadi.
“Akar masalah adalah ketidakseimbangan manusia dan alam, kita yang merusak hutan, merangsek habitat mereka, memperdagangkan mereka, dan mengkonsumsi mereka secara ilegal, dengan jarak yang dekat itu lah penyakit melompat ke manusia dan menular,” tuturnya.
sumber: cnnindonesia.com