Tercemar Limbah Medis Corona

Tercemar Limbah Medis Corona

Merdeka.com – Amri hanya menggelengkan kepala. Beragam sampah masih saja ditemukan di aliran Sungai Ciliwung melintasi Kota Depok. Utamanya sampah dari rumah tangga. Sesekali ditemukan pula jarum suntik bekas pakai mengambang.

Belum bisa dipastikan apakah limbah medis itu berasal dari rumah sakit atau tidak. Sikap hati-hati menjadi cara paling ampuh untuk mengambil beragam sampah di sungai itu. Apalagi di era pandemi corona ini. Pengurus dari Komunitas Ciliwung Depok itu tidak mau resiko buruk menimpa.

“Kita belum bisa mengklarifikasi ini limbah rumah sakit atau emang dibuang langsung. Karena beberapa ada yang bekas mainan anak atau orang-orang yang menggunakan narkoba,” cerita Amri kepada merdeka.com, Rabu pekan lalu.

Selama masa pandemi corona, Amri dan anggota komunitas lainnya juga kerap mendapati sampah masker sekali pakai. Bentuknya masih utuh. Seharusnya bila memakai prosedur Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), masker sekali pakai harus dirobek atau digunting. Kemudian dibuang dalam wadah tertutup dan terpisah.

Kondisi ini tentu membahayakan. Utamanya bagi warga yang berkerja sebagai pemulung. Masih rendahnya tingkat kesadaran publik dalam mengelola limbah medis corona rumah tangga, tidak menutup kemungkinan malah menjadikan masalah baru.

Sejak Covid-19 menyerang pada Maret lalu, sorotan tidak hanya diarahkan pada upaya penanganan pasien atau penyediaan fasilitas kesehatan yang andal. Sisi pengelolaan sampah medis juga mendapatkan perhatian.

Limbah medis seperti alat pelindung diri (APD) maupun masker baik yang berasal dari rumah sakit maupun rumah tangga diharapkan dapat dikelola dengan baik.

Kekhawatiran akan bocornya limbah medis ke lingkungan masyarakat juga dirasakan pendiri Banksasuci, Kota Tangerang Ade Yunus. Terutama ketika menyaksikan Sungai Cisadane dipenuhi dengan sampah medis yang tersangkut di jembatan apung.

Diduga berbagai sampah medis tersebut berasal dari kawasan Kota Tangerang Selatan (Tangsel). Sampah medis tersebut diketahui mulai memenuhi Sungai Cisadane di Banksasuci sejak longsornya tempat pembuangan akhir (TPA) Cipeucang di Tangerang Selatan Juni 2020 lalu.

Padahal longsoran TPA Cipeucang sudah berlangsung sejak Juni lalu. Namun, masih saja ditemukan sampah medis di Banksasuci. Jenisnya bermacam-macam. Ada botol infus, selang infus, dan jarum suntik. Ada juga sarung tangan lateks dan masker.

“Pascalongsor (TPA) Cipeucang itu banyak, kira-kira sampai 50-60 buah sampah medis. Jenisnya ada infus, selang infus, suntikan, ada sarung tangan lateks, masker, dan lain-lain,” kata Ade Yunus.

KLHK menyatakan, hingga 8 Juni 2020, volume limbah medis infeksius atau limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) di seluruh Indonesia mencapai lebih dari 1.100 ton. Angka tersebut, lanjut dia, belum bisa disebut total. Mengingat terdapat empat provinsi yang belum menyerahkan data total limbah medis yang terutama muncul selama pandemi Covid-19.

Banyaknya jumlah limbah medis Covid-19 tentu mengharuskan proses pengelolaan yang hati-hati. Sebab jika limbah medis dikelola secara serampangan maka akan menjadi sumber penyebar Covid-19.

Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Hermawan Saputra mengatakan, limbah medis Covid-19 seperti masker tentu menampung droplet. Apabila tidak dibuang dan dikelola sebagaimana mestinya, maka limbah-limbah tersebut akan membawa bahaya bagi masyarakat.

“Apabila dibuang sembarang tempat di pinggir jalan atau tidak pada penampungan tentu saja berpotensi penularannya apa lagi kita ini banyak sekali pemulung-pemulung yang tidak disiplin,” jelas dia kepada merdeka.com.

Hermawan menjelaskan, apapun jenis limbah medis Covid-19 harus dikelola dengan baik oleh berbagai pihak bertanggung jawab. Baik pemerintah, dalam hal ini Dinas LHK di masing-masing daerah, pihak rumah sakit, maupun mitra yang diajak berkolaborasi dalam penanganan limbah medis.

Pemprov DKI Jakarta sebagai salah satu wilayah dengan tingkat pasien positif yang tinggi terus berupaya menjaga limbah medis corona tidak bocor ke masyarakat. Banyak rumah sakit besar di DKI Jakarta biasanya melakukan pemusnahan limbah medis secara mandiri.

Humas DLH DKI Jakarta Yogi Ikhwan mengatakan, sejauh ini rumah sakit yang tidak memiliki fasilitas insinerator wajib bekerjasama dengan pihak ketiga dalam mengelola limbah medis. “Dinas hanya melakukan pengawasan benar gak protokolnya diterapkan. Benar gak protapnya diterapkan. Benar gak mereka membuang ke perusahaan yang berizin,” kata dia kepada merdeka.com.

Dinas LHK DKI Jakarta mencatat, total timbulan limbah medis Covid-19 pada Mei 2020 sebesar 558,72 ton. Dari jumlah tersebut, timbulan limbah medis di rumah sakit non-rujukan mencapai 138,07 ton sementara di rumah sakit rujukan sebesar 420,65 ton. Pada Juni 2020 total timbulan limbah medis mencapai 477,36 ton. Dengan rincian sebanyak 106,85 ton di RS non-rujukan dan 370,51 di RS rujukan.

Pada Juli 2020, total timbulan sampah mencapai 589,62 ton. Rinciannya 136,10 dari RS non-rujukan sedangkan 453,52 dari RS rujukan. Sementara pada Agustus 2020 total timbulan limbah medis mencapai 541,98 ton. Adapun 113,16 ton dari RS non-rujukan dan 428,82 ton berasal dari RS Rujukan.

Rata-rata timbulan limbah medis di DKI Jakarta sebesar 17,2 ton per hari. Dinas Lingkungan Hidup juga mencatat limbah medis yang berasal dari RS Rujukan mengambil porsi 77,20 persen. Limbah medis yang diolah dengan insinerator sebanyak 5,13 persen.

Kasie Pengelolaan Limbah B3 Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta Rosa Ambarsari, mengatakan pihaknya mulai mengumpulkan limbah medis rumah tangga sejak april 2020. Ada sejumlah tantangan yang dihadapi oleh petugas di lapangan. Salah satunya pemilahan sampah secara mandiri oleh masyarakat belum optimal.

Pengumpulan limbah medis rumah tangga dimulai dari level kecamatan hingga kota. Setiap kota di wilayah DKI memiliki satu pusat pengumpulan limbah medis. Adapun pusat pengumpulan limbah medis untuk Jakarta Pusat terletak di TPS Dakota Kemayoran, Jakarta Utara di Dipo Ancol, Jakarta Barat di TPS Limbah B3 Asrama DLH Bambu Larangan, Jakarta Selatan di TPS Limbah B3 Pesanggrahan, dan Jakarta Timur di Dipo PLN Kramat Jati.

Berdasarkan data yang dikumpulkan pihaknya, jumlah limbah medis rumah tangga yang dikumpulkan selama periode hingga Agustus 2020 sebanyak 718,27 kg. Dengan perincian, 70 kg dari Jakarta Pusat, 125,65 kg dari Jakarta Utara, 191,38 kg dari Jakarta Barat, 238,24 kg dari Jakarta Selatan, dan 93 kg dari Jakarta Timur.

“Setelah itu terkumpul, maka pihak ketiga untuk pemusnahannya. Nanti pihak melakukan dibakar di insinerator,” ungkap dia.

Dalam menghadapi pandemi corona, banyak rumah sakit pun berupaya untuk menjalankan proses pengelolaan limbah secara baik. Termasuk RS Darurat Covid-19 Wisma Atlet Kemayoran. Hanya saja ketersediaan fasilitas insinerator untuk memusnahkan limbah medis masih terbatas. Solusinya, pihak RS bekerjasama dengan perusahaan yang memiliki keahlian di bidang pengelolaan limbah B3.

Petugas RS Darurat Wisma Atlet Letda Bobby Ilham menjelaskan tiap hari ada sekitar 120 kantong limbah medis berupa APD bekas pakai yang dihasilkan oleh RS Wisma Atlet. Limbah tersebut langsung dimusnahkan hari itu juga dengan insinerator.

Hanya saja dari jumlah 120 kantong limbah medis itu, hanya sekitar 30 kantong yang dapat dimusnahkan secara mandiri dengan insinerator yang dimiliki BPOM RI. Sisanya diserahkan oleh pihak RS kepada pihak ketiga. Sementara limbah medis lain seperti botol infus, diserahkan dalam pengelolaan pihak ketiga.

Naiknya jumlah pasien Covid-19 juga mengerek penggunaan alat kesehatan. Dengan demikian maka jumlah limbah yang dihasilkan juga akan meningkat.

sumber: merdeka.com

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s