
Jakarta, CNBC Indonesia – Realisasi investasi di sektor Energi Baru Terbarukan (EBT) sampai Semester I 2020 baru mencapai US$ 0,5 miliar atau baru sekitar 29,4% dari target tahun ini sebesar US$ 1,7 miliar.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) F.X. Sutijastoto mengatakan lambatnya realisasi investasi pada semester I ini karena dampak dari adanya pandemi Covid-19.
“Dengan pandemi Covid-19, investasi agak terhambat, apalagi dengan mendatangkan tenaga ahli. Negosiasi juga agak lambat,” paparnya dalam wawancara khusus di rubrik Energy Corner dengan CNBC TV Indonesia, Senin, (14/09/2020).
Dia mengakui untuk sektor panas bumi, skala pasarnya memang masih kecil, sehingga harga listrik panas bumi masih cukup mahal dan tarif yang ada belum masuk ke skala keekonomiannya. Dengan demikian, ini membuat investasi di sektor panas bumi juga masih lamban. Namun, pemerintah akan terus berupaya meningkatkan investasi di sektor panas bumi ini salah satunya dengan ikut turun tangan melakukan pemboran eksplorasi.
“Pemerintah beri insentif dengan melakukan eksplorasi yang dimulai tahun 2021, risiko (investor) bisa berkurang sehingga investasi panas bumi bisa masuk,” jelasnya
Melihat kondisi global, dia mengaku optimis bahwa sektor EBT nasional akan terus berkembang. Apalagi, lanjutnya, EBT merupakan sumber energi bersih sehingga memiliki potensi besar untuk menarik investasi. Potensi EBT menurutnya bisa dikembangkan di daerah-daerah yang memiliki banyak sumber daya perikanan, misalnya dengan menggunakan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), biomassa lalu dikombinasikan dengan investasi kegiatan ekonomi seperti perikanan dengan cold storage (tempat penyimpanan ikan).
Semakin berkembangnya teknologi, imbuhnya, membuat energi surya bisa menjadi lebih murah bahkan bisa mencapai 5 sen US$ per kilo watt hour (kWh). Jika perkembangan di Indonesia skalanya semakin besar, maka menurutnya bisa berada di 6 sen US$ per kWh.
“Ini tingkatkan efisiensi operasi dari kegiatan ekonomi. Harga listrik rata-rata saat ini Rp 1.400 per kWh, dengan harga tenaga surya sekitar 6 sen US$ per kWh atau sekitar Rp 700-800 per kWh, ini artinya ada efisiensi investasi di EBT, sehingga potensi investasi di EBT masih berkembang,” tuturnya.
sumber: cnbcindonesia.com