Seperti yang kita tahu, berbagai negara di dunia sedang mencari cara untuk mengurangi emisi karbon yang menyebabkan pemanasan global. Salah satu upaya adalah dengan membuat mobil listrik dan hybrid.
Namun, ada pernyataan yang mengatakan bahwa cara untuk mengurangi pemanasan global adalah dengan membakar lebih banyak bahan bakar fosil. Hah? Baiklah, ini penjelasannya.
Hal ini disampaikan oleh perusahaan energi terbesar dunia di Konferensi Gas Dunia yang diadakan di Washington minggu ini, dimana mereka memperjuangkan gas alam sebagai bahan bakar di masa depan.
Dunia sedang menghadapi 2 tantangan yaitu pertumbuhan pasokan listrik, dimana Royal Dutch Shell mengatakan bahwa pasokan listrik perlu meningkat 5 kali selama 50 tahun ke depan dan juga mengurangi emisi karbon.
Perusahaan-perusahaan energi melihat gas memiliki 2 manfaat yaitu gas memiliki setengah emisi karbon dari batubara ketika digunakan dalam pembangkit listrik, berlimpah dan juga harganya murah.
Menurut CEO BP, Bob Dudley, tantangan besar dalam industri energi adalah membantu orang-orang mengenali gas sebagai bahan bakar tujuan, bukan bahan bakar transisi. Dia juga menambahkan bahwa ada yang ingin mendiskreditkan gas sebagai pilihan.
Tentunya pendapat pembakaran bahan bakar fosil yang lebih banyak sulit untuk diterima oleh pemerintah dan masyarakat karena banyak di antaranya yang mengatakan bahwa pembakaran bahan bakar fosil dapat menyebabkan perubahan iklim dan harus dihapus dan diganti dengan energi terbarukan.
Selain itu, produsen gas masih membocorkan metana yang lebih berpotensi menjadi gas rumah kaca bila dibandingkan dengan karbondioksida. Menurut Rachel Kyte, perwakilan khusus dari sekjen PBB, gas tidak akan menjadi solusi bagi kemiskinan di dunia dimana perubahan iklim dapat mendorong lebih banyak orang menuju kemiskinan.
Tautan yang Lemah
Perusahaan energi mengakui bahwa metana sebagai tautan lemah dalam argumen bahwa gas dapat menurunkan emisi karbon dan berpartisipasi dalam sejumlah program “berbagi teknologi” dan program yang digerakkan oleh target untuk mengatasinya.
CEO Total SA, Patrick Pouyanne mengatakan bahwa gas alam merupakan bagian dari bahan bakar fosil yang menjadi semacam dorongan dari beberapa kelompok. Patrick juga menambahkan bahwa melawan kebocoran metana akan baik bagi seluruh industri untuk menanggapi serius jika ingin gas alam menemukan ruang di masa depan.
Patrick juga mengkritik CEO ConocoPhillips, Ryan Lance karena tidak bergabung dengan koalisi indsutri yang dibentuk untuk melawan kebocoran metana. Patrick mengatakan bahwa ini penting dan harus dilakukan bersama.
Namun, Ryan menanggapinya dengan mengatakan bahwa Conoco tidak perlu menandatangani perjanjian untuk melawan sesuatu yang sudah dilakukannya selama 1 dekade. Lance juga mengatakan “cepatlah dan menyusul”.
Tingkat Emisi
Menurut CEO BP, tingkat emisi Amerika turun ke tingkat yang tidak terlihat sejak tahun 1990 sementara tingkat emisi di Amerika berada pada titik terendah sejak akhir abad ke-19 karena gas menggantikan batubara dalam pembangkit listrik.
Menurut Shell’s De la Rey Venter, bahan bakar juga harus dilihat sebagai pelengkap energi terbarukan cuaca mengurangi produksi energi terbarukan seperti energi angin dan energi surya.
Shell’s juga mengatakan bahwa masyarakat perlu memiliki gas substansif dalam bauran energi jika masyarakat benar-benar ingin memiliki banyak energi terbarukan. Dia juga menambahkan bahwa gagasan gas sebagai pemicu utama dari penetrasi terbarukan yang mendalam dalam bauran energi sangat kuat.
CEO Chevron, Mike Wirth memperingatkan bahwa fokus murni pada energi terbarukan berisiko mengabaikan kebutuhan negara-negara berkembang dimana 1 miliar orang tidak memiliki akses ke listrik.
Menurut Mike, setiap orang berhak untuk mendapatkan akses ke energi yang dapat diandalkan dan terjangkau. Dia juga menambahkan bahwa permintaan energi akan meningkat 30% di tahun 2040 karena pertumbuhan populasi.
Ini adalah tampilan dari B.C Tripathi, ketua GAIL India Ltd., utilitas gas terbesar di India. Tampilan ini menunjukkan bahwa permintaan energi tumbuh hampir 5% setiap tahunnya.
“Andalan A”
Tripathi mengatakan bahwa terlepas dari semua dorongan dan upaya energi terbarukan, gas tetap akan menjadi andalan, bukan hanya menjadi bahan bakar transisi.
Produsen gas dan minyak jelas memiliki kepentingan dalam memperjuangkan produk mereka sendiri sebagai jawaban atas kebutuhan energi dunia. Tetapi pandangan dan kebijakan mereka menentukan bagaimana miliaran orang di seluruh dunia hidup.
Tentunya bisnis energi terbarukan yang muncul baru-baru ini dapat menimbulkan ancaman bagi bisnis bahan bakar fosil jika energi terbarukan berhasil menggantikan penggunaan energi bahan bakar fosil.
Berinvestasi Dalam Energi Terbarukan
Pemerintah, pemegang saham, dan beberapa perusahaan energi besar, terutama di Eropa telah berinvestasi dalam energi terbarukan karena adanya dorongan konsumen. Perusahaan-perusahaan tersebut diantaranya adalah BP, Shell, dan Total.
Sementara Equinor mengatakan akan tetap menjadi perusahaan minyak dan gas di masa mendatang. Wakil presiden eksekutif pemasaran perusahaan ini, Tor Martin Anfinnsesn mengatakan bahwa perusahaan ini akan selalu mengejar target emisi baru.
Exxon Mobil Corp dan Chevron mengatakan bahwa investasi dalam energi terbarukan harus bersaing, atau setidaknya tumbuh untuk bersaing secara komersial dengan bisnis gas dan minyak mereka.
Ketika para pejabat membuat kebijakan yang bergulat dengan masa depan energi, berbagai perusahaan sibuk mendorong batas gas besar berikutnya.
Anandarko Petroleum Corp mengumumkan di konferensi tersebut akan membuat keputusan investasi akhir pada megaproyek di Mozambik pada semester pertama di tahun depan.
Sementara Exxon dan Eni SpA mendorong maju dengan rencana mereka di dekatnya, menunjukkan bahwa bahan bakar fosil memiliki ruang di masa depan. Menurut Wirth dari Chevron, itu tidak akan sederhana sementara masa depan energi akan lebih bersih.
Jadi, intinya ini adalah akal-akalan dari perusahaan minyak dan gas untuk mempertahankan pendapatan mereka.